Pemerintah dan Panja RUU PPh sepakat memberlakukan pajak bagi penjual barang mewah. Kesepakatan itu dilakukan sebagai bagian dari perluasan objek kena PPh 22. Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Darmin Nasution mengatakan, selama ini PPh 22 penjualan barang mewah hanya dikenakan kepada kalangan konsumen. Namun, ke depan pemerintah juga bakal membebankannya kepada penjual.
"Selama ini kan hanya pembeli yang dikenai.Ke depan, baik pembeli barang mewah maupun penjualnya akan sama-sama dikenakan PPh 22," ujar Darmin di Jakarta, Kamis (19/6/2008) kemarin.
Menurut Darmin, nantinya PPh yang akan diberlakukan bagi kalangan penjual barang mewah adalah PPh Badan. Pasalnya, penjual barang tersebut merupakan penjual barang mewah memperoleh produknya dari industri sebagai badan usaha atau distributor. Mekanisme pungutan PPhnya, lanjut Darmin, dilakukan di muka oleh pabrikan barang mewah. Pabrikan bisa membebankannya kembali kepada distributor/penjual barang mewah.
Menurut dia, hal ini akan memudahkan pemerintah memungut pajaknya. Sebagai dasar hukumnya, kata dia, pemerintah akan mengatur pemotongan pajak ini melalui UU PPh yang akan diterbitkan dalam bentuk peraturan menteri keuangan. Tujuan pengenaan pajak ini, jelas dia, lebih dimaksudkan sebagai kontrol perdagangan barang mewah dan penarikan potensi penerimaan pajak pemerintah.
Darmin menambahkan, dengan penerapan PPh 22 ini, pihaknya meyakinitidakakan ada kenaikan harga. Selain jumlah pajak yang akan dipungut tidak dalam jumlah signifikan, penerapan pajak juga hanya akan dikenakan terutama pada laba yang didapat penjual. "Itu pajak terhadap laba, jadi tidak menyebabkan kenaikan harga. Kalau tidak ada laba,wajib pajak dapat meminta restitusi yang diperhitungkan dari sisi omzet," paparnya.
Anggota Panja RUU PPh Rama Pratama mengatakan, pihaknya menyetujui perluasan objek PPh 22 kepada penjual barang mewah. Menurut dia, hal ini akan mempermudah pemerintah melakukan kontrol peredaran barang mewah dari sisi distributor. Sementara dari sisi dampak, pihaknya meyakini penerapan PPh ini juga tidak akan sampai mendorong kenaikan harga barang hingga level yang sangat tinggi.
"Kebijakan ini tidak akan sampai memengaruhi harga secara signifikan, karena besarannya sangat kecil, yakni tidak melebihi 1% terhadap laba," tuturnya.
Sumber Direktorat Kantor Pajak
Dalam RUU tersebut, WP Orang Pribadi akan dikenakan pajak progresif dengan lapisan dan tarif sebagai berikut:
1. Lapisan PKP (Pendapatan Kena Pajak) sampai dengan Rp 50 juta dikenakan tarif sebesar 5%;
2. Lapisan PKP Rp 50 juta s.d Rp 250 juta dikenai tarif sebesar 15%;
3. Lapisan PKP Rp 250 juta s.d Rp 500 juta dikenai tarif 25%;
4. Lapisan PKP di atas Rp 500 juta dikenai tarif sebesar 30%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan aturan dalam RUU PPh ini, berubah dari UU PPh sebelumnya. Bagi WP pribadi tarif tertinggi turun dari 35% jadi 30% dan menghapus lapis tarif 10%, sehingga lapisan tarif berkurang dari 5 menjadi 4.
Sementara lapisan penghasilan kena pajak atau income brecket yang semula lapis tertinggi sebesar Rp 200 juta dinaikkan menjadi Rp 500 juta.
"Saya tadi tanya Pak Darmin saya masuk lapis brecket yang keberapa, dia bilang gaji menteri masuk yang lapis kedua, tapi Dirjennya yang pertama," celetuk Sri Mulyani dalam rapat persetujuan RUU PPh di tingkat Panja DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis malam (17/7/2008).
Kemudian, pada RUU yang baru ini tarif WP badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap disepakati menjadi 28% pada 2009 dan menjadi 25% di 2010. "Semula ada 3 lapis tarif yaitu 3%, 5% dan 10%, menjadi tarif tunggal 28% pada 2009 dan 25% pada 2010," ujar Sri Mulyani.
Untuk mendorong investor agar menanamkan modalnya kembali, dalam RUU PPh ini diatur untuk mengenakan tarif atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada WP orang pribadi dalam negeri adalah sebesar 10% dan bersifat final.
"Untuk perusahaan go public diberi potongan tarif 5% dengan syarat 40% sahamnya di publik. Ini untuk tingkatkan kepemilikan saham dan meningkatkan pasar modal," kata Sri Mulyani.
Lalu pengurangan tarif PPh UMKM 50% dari tarif normal PPh badan, dan ini dikatakan Sri Mulyani merupakan nafas bagi UMKM.
Sumber : Detik Finance
Panja RUU PPh telah merampungkan pembahasan terhadap 770 daftar inventaris masalah (DIM).
Ada beberapa substansi penting yang disepakati dalam pembahasan RUU PPh, substansi penting itu, antara lain mengenai pengecualian obyek pajak PPh, penghasilan tidak kena pajak (PTKP), besaran tarif pajak, pembebasan pajak keluar negeri (bea fiskal), dan fasilitas perpajakan bagi UMKM.
Terdapat dua kelompok yang masuk dalam pengecualian obyek PPh, yaitu:
• Kelompok kedua adalah harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi atau perorangan yang menjalankan usaha mikro kecil.
Sementara mengenai PTKP, disepakati adanya kenaikan dari semula Rpl3,2 juta per tahun menjadi Rpl5,84 juta per tahun untuk WP orang pribadi. Angka itu akan me-ningkat sebesar Rpl,32juta jika WP berstatus kawin.
Juga terdapat tambahan PTKP sebesar Rp 15,84 juta untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan suami. Ada juga tambahan PTKP sebesar Rp 1,32 juta untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semen-da dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang jadi tanggungan penuh, dengan jumlah maksimum tiga orang tiap keluarga.
Sedangkan untuk tarif PPh terhadap WP orang pribadi diberlakukan tarif progresif dengan 4 lapisan tarif yaitu :
• lapisan penghasilan kena pajak (PKP) hingga Rp50 juta tarifnya 5 persen
• Rp50 juta hingga Rp250 juta sebesar 15 persen
• Rp250 juta hingga Rp500 juta sebesar 25 persen, dan
• Di atas Rp500 juta sebesar 30 persen.
Sementara untuk WP badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, disepakati adanya penurunan dari saat ini 30 persen menjadi 28 persen pada 2009 dan 25 persen pada 2010.
dalam pembahasan undang-undang yang baru ini, juga menyepakati bahwa bagi WP orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan telah berusia 21 tahun yang bepergian keluar negeri, wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan PP. Ketentuan itu akan berlaku hingga 31 Desember 2010.
RUU PPh juga memberikan fasilitas perpajakan bagi UMKM berupa pengurangan tarif sebesar 50 persen dari tarif normal yang dikenakan atas PKP dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan RUU PPh ini tetap berpegangan pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal. "Dengan mengedepankan keadilan, kemudahan serta efisiensi administrasi dan juga mempertahankan sistem self assessment" katanya.
Dengan selesainya UU ini, ada beberapa hal yang diharapkan oleh pemerintah, pertama, meningkatkan keadilan pengenaan pajak. Kedua, lebih memberikan kemudahan bagi WP. Ketiga, lebih memberikan kemudahan administrasi perpajakan. Keempat, lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi dan trans-paransi. Kelima, lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing, menarik investasi langsung di Indonesia, baik itu penanaman dalam negeri maupun asing.
Pemberlakuan UU Pajak Penghasilan (PPh) baru hasil amendemen keempat mulai tahun depan akan meningkatkan daya saing tarif pajak di Indonesia.UU Hasil Amendemen Berpotensi Menghilangkan Penerimaan Negara Rp40,8 Triliun. Dirjen Pajak Darmin Nasution mengatakan, nantinya pada 2010 tarif PPh di Indonesia akan bisa bersaing dengan Singapura yang dikenal sebagai tax heaven country atau negara dengan tarif sangat rendah. Salah satu contoh tarif PPh yang bersaing dalam UU hasil amendemen tersebut adalah pengurangan tarif pajak sebesar 5% kepada perusahaan yang masuk bursa.
Namun, perusahaan tersebut sekurangnya 40% sahamnya dimiliki paling tidak oleh 300 pemegang saham yang berbeda. "Dengan begitu, mereka hanya dikenai tarif 23% pada 2009 dan menjadi 20% pada 2010. Ini berarti kita tidak jauh lagi dengan negara te-tangga, termasuk Singapura."
Selain itu, tarif PPh badan mulai tahun depan dikenakan tunggal sebesar 28 % a tau turun dari tarif yang berlaku saat ini tertinggi 30% dan dikenakan berlapis. Penetapan tarif tunggal guna menghilangkan modus penghindaran pajak, seperti menyembunyikan diri dari lapisan tarif yang seharusnya dibayar.
Penurunan tarif tidak bisa dihindari karena sudah menjadi kecenderungan dunia. Ini merupakan dampak globalisasi yang memudahkan para investor berpindah lokasi usaha, sehingga penurunannya dipengaruhi tarif PPh negara tetangga.
"Sebagai gambaran, tarif PPh Malaysia 20%, Singapura sudah diterapkan 18%, Thailand tidak jauh dari kita."
Penurunan tarif ini merupakan salah satu upaya dari sisi perpajakan untuk meningkatkan daya saing investasi di Indonesia. Hal ini belum termasuk berbagai insentif pengurangan sumbangan keagamaan, dan bidang tertentu yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak.
Bukan yang Utama
Penurunan tarif pajak bukan faktor utama penentu daya saing di Indonesia. Dengan tarif 28% dan 25%, Indonesia memang bisa bersaing dengan empat negara di Asia Tenggara yang memiliki tipikal sama, yaitu
Malaysia.Vietn am, Kamboja, dan Filipina." Yang lebih penting adalah ketersediaan infrastruktur seperti listrik dan jalan, kepastian hukum, dan masalah perburuhan."
Meski begitu, penurunan tarif pada tingkat yang wajar dan setara dengan negara lain menjadi penting guna menekan modus transfer pricing atau penghindaran membayar pajak. Menurut dia, penurunan tarif secara bertahap adalah pilihan terbaik karena tahun ini hingga 2009, tekanan terhadap kebutuhan fiskal semakin membesar. "Seperti subsidi yang terus membesar akibat kenaikan harga minyak."
Di sisi lain, Darmin mengatakan bahwa potensi penerimaan pajak yang hilang dari penerapan tarif hasil amendemen UU PPh mencapai Rp40,8 triliun pada tahun depan, di mana kehilangan terbesar berasal dari penu-runan tarif PPh badan atau sebesar Rpl4,3 triliun.
Kehilangan kedua akibat perubahan lapisan tarif PPh orang pribadi sebesar Rpl 1,5 triliun, disusul dengan keputusan menaikkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rpl5,8 juta sebesar Rp5,3 triliun.
Selebihnya,akibat dari penetapan sumbangan tertentu yang terkena pendapatan kena pajak, pemotongan PPh UMKM sebesar 50% dari tarif normal, insentif bagi perusahaan terbuka dan pajak dividen sebesar 10%, dan bebas fiskal untuk wajib pajak yang memiliki NPWP mencapai Rp9,6 triliun.
"Akan tetapi di pihak lain, UU ini kan mendorong tingkat kepatuhan pajak atau comp/iancesampai3-4%.Dan juga dengan intensifikasi yang kami lakukan akan meningkatkan penerimaan.
PTKP Tak Perhitungkan Beban Kebutuhan Dasar |
Ditulis oleh Susi | |
Tuesday, 22 July 2008 00:30 | |
Penetapan beban pajak terhadap warga negara Indonesia tidak memperhitungkan besaran kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Ini penting karena Indonesia mengenal besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang tidak memperhitungkan kebutuhan dasar seseorang. "Sebab, pengalaman di negara mana pun. tidak ada kaitan antara pengenaan pajak dan kebutuhan dasar seseorang. PTKP selalu ditetapkan di bawah besaran kebutuhan dasar," ujar Dirjen Pajak Darmin Nasution di Jakarta, Senin (21/7). |
The Income Statement (Also called the "Profit and Loss" Statement).
· Interest Income – additional source of revenue from investments
· Interest Expense – interest paid to creditors
· Provision for Income Tax – amount due to BIR
The Balance Sheet
Mengenai Saya
- Spectrum Konsultan
- Spectrum Konsultan adalah perusahaan jasa konsultan yang berkonsentrasi pada penyediaan jasa konsultasi bisnis strategik. Bidang jasa yang diberikan bersifat komprehensif mencakup konsultasi Merjer & Akuisisi, Penilaian Bisnis, Jasa Akuntansi, Perpajakan, Administrasi Penggajian, Training, dan Media/Penerbitan. Dalam pemberian jasa konsultasi, pendekatan dan metode terkini diaplikasikan agar dicapai kualitas pelayanan yang optimal untuk memenuhi harapan pemakai jasa.